Manusia dan Pandangan Hidup


Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena ia menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.
Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
2. Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara.
3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka panandangan hidup itu disebut ideology. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsure-unsur yaitu : cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. CIta-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmana, dan kepercayaan kepada Tuhan.

Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yagn sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik.. Sebagai mahluk pribadi, manuda dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik dan buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan didalam hati yang mendesak seseorang, untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakin untuk diri sendiri.
Suara hati selalu memilik yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat dan bertindak menurut suara hati, maka tindakan itu adalah baik. Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suatu atau pendapat umum. Jadi kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya, karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri, sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah: factor pembawaan, factor lingkungan dan pengalaman.

Usaha/perjuangan
Usaha /perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun denan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan, karena kemampuan terbatas timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya, keyakinan/kepercayaan.
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada 3 aliran filsafat yaitu aliran naturalisme; hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari nature, dan itu dari Tuhan. Tetapi yang tidak percaya pada Tuhan, nature itulah yang tertinggi. Aliran naturalisme berisikan spekulasi mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada aliran intelektualisme; dasar aliran ini adalah logika/akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir, mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan piker (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi, teknologi adalah alat Bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan akal. Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal.Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme. Kebebasan akal menimbulkan kebebasan bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah laku dan perbuatannya itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu. Karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi) dapat menguasai individu yang berpikir rendah (bodoh) aliran gabungan. Dasar aliran ini idalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani). Jadi apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabial aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka akan timbil dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani dinomorduakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme. Apabila dasar keyakinan itu kekuatan gaib dari Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan secara berimbang, akan dalam arti baik sebagia logika berpikir maupun sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun secara kolektif panangan hidup ini disebut sosialisme-religius. Kebajikan yang dikehendaki adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.

Bahasa Indonesia

Sejarah dan Perkembangannya
          Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang ada di dunia dan bahasa indonesia itu kita semua pasti sudah tahu darimana asalnya. Ya, bahasa indonesia itu berasal dari negara tercinta kita ini dari namanya aja udah ketahuan ya. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan juga bahasa persatuan dari negara Indonesia, apakah kalian semua tahu kapan bahasa Indonesia diresmikan negara kita ini ?? sungguh ironis ya masyarakat di negara kita negara Indonesia di tengah perkembangan jaman sekarang ini banyak masyarakat di sekitar kita yang tidak mengetahui kapan bahasa Indonesia benar-benar diresmikan. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaanya tepat pada setelah Proklamasi kemerdekaan indonesia di kumandangkan atau di umumkan, tepatnya sehari setelah proklamasi dan tentunya juga bersamaan dengan pemerintahan berjalan di masa itu. Mengapa secara penamaannya dinamakan bahasa Indonesia karena untuk menghindari kesan “Imperialisme Bahasa” apabila nama bahasa melayu tetap digunakan sejak di canangkannya “Sumpah Pemuda”. Bahasa indonesia yang ada dikalangan masyarakat di negara kita ini pun berbeda-beda karena di pengaruhi berbagai macam hal, dalam pengucapannya bahasa indonesia pun di campur-adukan dengan berbagai macam bahasa entah dicampur-adukan dengan bahasa daerahnya di suatu tempat atau pun dengan bahasa-bahasa yang mulai pesat perkembangannya sekarang ini dan yang paling mencolok dalam pengucapannya adalah dimana saat berbicara bahasa indonesia disertakan metode atau logat daerahnya masing-masing juga di ikut sertakan.

          Bahasa Indonesia pun disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36 “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dari zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu ialah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur tahun 686 M (Bangka Barat). Prasati itu bertuliskan huruf Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah juga ditemukan Prasasti tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.

Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.

Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. Atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno.

Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap lahir atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Dimana, Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam  UUD 1945 pasal 36.

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia ini. Pentingnya peranan bahasa Indonesia itu, sebagaimana yang telah diuraikan pada subunit 1, antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Selain itu, ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dinyatakan dalam UUD 1945 bab XV pasal 36.

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1998) dinyatakan bahwa masih ada beberapa alasan lain (selain yang telah dikemukakan di atas) mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu.

Pertama, jumlah penuturnya. Jumlah penutur bahasa Indonesia mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda, tetapi jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, maka kedudukannya dalam jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. Lagi pula, jumlah penutur asli bahasa Indonesia lambat-laun pasti akan bertambah.

Kedua, luas penyebarannya. Bahasa Indonesia jelas tidak ada yang menandingi penyebarannya di Indonesia. Sebagai bahasa setempat, bahasa Indonesia dipakai orang di daerah pantai timur Sumatera, daerah pantai Kalimantan. Jenis kreol bahasa Melayu-Indonesia didapati di Jakarta dan sekitarnya. Sebagai bahasa kedua, tersebar dari Sabang sampai Merauke atau dari ujung barat sampai ke timur; dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri kita. Sebagai bahasa asing, bahasa Indonesia dipelajari dan dipakai di antara kalangan terbatas di beberapa negara misalnya di Australia, Filipina, jepang, Korea, Rusia, India dan sebagainya.

Ketiga, peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang dianggap bernilai. Patokan yang ketiga ini mengingatkan kita akan seni kesusastraan yang mengagumkan yang dihasilkan dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Minangkabau, misalnya. Akan tetapi, di samping susastra Indonesia modern yang dikembangkan oleh sastrawan yang beraneka ragam latar bahasanya, bahasa Indonesia pada masa kini berperan juga sebagai sarana utama, di luar bahasa asing, di bidang ilmu, teknologi, dan peradaban modern bagi manusia Indonesia.

Untuk itulah, sudah sangat wajar jika bahasa Indonesia salah satu kedudukannya adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan sebagai bahasa nasional ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1.     Lambang kebanggaan kebangsaan;
Sebagai lambang kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilainilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan melalui bahasa nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia perlu kita pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya.

2.     Lambang identitas nasional;
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula, sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya sendiri hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing.

3.     Alat pemersatu berbagai-bagai suku bangsa
Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Bahkan, dengan bahasa nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

4.      Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.
Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat adanya bahasa nasional kita, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahfahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Dengan demikian, fungsi keempat ini, latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda tidak akan menghambat adanya perhubungan antar daerah dan antar budaya (Suhendar dan Supinah, 1997)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More